Tempat Wisata


  Diseluruh Indonesia, hanya ada satu pantai yang dapat menyaksikan sunrise dan sunset disatu titik berdiri yang sama. “Pantai itu yakni pantai Losari, Makasar”, begitu kata Jusuf Kalla salah satu tokoh masyarakat disana mengatakan kepada saya sambil membanggakan pantai ini, satu saat yang lalu. Awalnya saya bingung dengan kenyataan ini. Posisi pantai yang memanjang Utara-Selatan ini memang bisa menyaksikan terbitnya dan terbenamnya matahari disatu posisi yang sama. Unik memang. 

Lepas dari itu, pantai Losari adalah salah satu pantai paling resik dan apik yang pernah saya datangi diseluruh Indonesia ini, dan hebatnya lagi pantai ini berada tepat dijantung kota besar. Membandingkan dengan beberapa bibir pantai kota kota besar di Jawa, jelas Losari paling top: bebas sampah dan nyaman dikunjungi. Sambil menulis ini saya membayangkan betapa bau dan kroditnya situasi di Tanjung Priok Jakarta, atau pelabuhan Perak di Surabaya. Tidak heran, dahulu ketika Ratu Elizabeth dari Inggris bertandang ke Jakarta (era 80 an) ia tidak mau turun dari mobil saat tiba di Tanjung Priok karena begitu shock dia dengan bau dan amburadulnya situasi dipelabuhan. Dia pikir, Tanjung Priok sama indahnya dengan Hongkong harbour . Kejadian ini menjadi “insiden protokoler” yang memalukan, tapi begitulah wajah pelabuhan di Jakarta.

Posisi pantai Losari sangat strategis dan menjadi bagian yang menyatu dengan suasana kota Makasar yang membentang sejauh kurang lebih 4 km. Pantai ini langsung dapat diakses dengan jalan utama protokol utama. Diseberang jalan bertumbuhan hotel dengan berbagai kelas. Sebut saja beberapa nama hotel yang lokasinya amat dekat dengan bibir pantai al: Hotel MGM, Hotel Losari Beach, Hotel Quality, Hotel Aryadutta, dan Hotel Aston. Untuk mid-budget traveller, bisa pilih Hotel Losari Beach, atau agak masuk sedikit kedalam jalan Joseph Latumahina, ada hotel kecil yang nyaman yakni Hotel Kenari. Saya sendiri suka Hotel Quality atau Hotel Losari Beach karena lokasinya oke, dan harganya tidak selangit.

Waktu paling ideal mengunjungi pantai Losari adalah sore hari antara jam 15.00 hingga jam 21.00. Banyak yang datang kemari untuk duduk duduk menikmati pantai yang bersih, jogging disepanjang pedestrian sejauh 500m, atau makan diwarung warung yang telah direlokasi oleh Pemda setempat (diujung paling selatan pantai). Tua muda akan datang kemari menikmati matahari terbenam disini sambil membelu makanan dari pedagang. Jika suka jogging, tempat ini juga sangat ideal. Udara bersih dan angin bertiup tanpa henti, matahari yang merah keemasan menyapu wajah manusia yang duduk bibir pantai.

  Pedagang menjual aneka makanan mulai dari jajan ringan saja sekedar ganjal perut seperti bakso atau gorengan. Ada juga makanan khas Makasar seperti Coto atau aneka hidangan masakan laut dengan resep asli orang bugis. Sungguh enak!

Suasananya amat tertib dan aman, saya merasa nyaman disini. Tapi ada satu yang saya keluhkan yakni: pengamen. Mereka ngeyel, tidak bisa ditolak untuk tidak menyanyi. Jadi semacam paksaan saja mendengarkan mereka menyanyi, dan suka memaksa dengan sindiran jika tidak diberi uang. Mereka mengamen tidak Cuma sendirian, tapi datang dengan sekelompok teman yang sama sama bernyanyi dengan nada (maaf saja ya) tidak bagus. Kenyamanan pantai ini berkurang minus satu poin hanya gara gara kehadiran pengamen yang tidak tau aturan dan main paksa ini. Ada baiknya pemda dan aparat melakukan penyuluhan agar kenyamanan di Losari tidak tercemar gara gara gerombolan pengamen macam begini.

   Jika Jakarta-Bogor punya derah Puncak utk menikmati udara pegunungan yg dingin, maka di Sulut pergilah ke Lemboken. Wisata disini memang tidak lepas dari pemadangan indah pegunungan dan jurang dalam yg elok menyejukan hati dan mata yg melihatnya. Sepanjang jalan yg dilalui mobil melewati aspal yang mulus, adalah melihat pemandangan alam bak dilukisan naturalis pelukis cina.
Jika hendak kemari dari Menado jarak tempuhnya sekitar 1,5 jam arah menuju kabupaten Tomohon, belok masuk ke desa Paslaten, lalu terus naik mendaki melewati ladang penduduk dan area pinus yg sepi tenang. Berbeda dengan suasana Puncakpass Jakarta-Bogor yg krodit dengan dengan lalin padat, angkot yg nyebelin, atau padat dengan villa aneka bentuk yang “suka suka”. Desa yang ada disini adalah desa alami yg telah ada sejak puluhan tahun silam, dalam kelompok kecil populasi, dan tidak sepadat area puncak bogor.  Benar benar tenang dan nyaman.

Mendekati puncak Lemboken, kita masih harus melewat satu desa terakhir bernama Temboan Rurukan. Desa kecil itu sangat tenang, penuh hamparan jemuran cengkeh yang baru saja dipanen dari ladang penduduk dan diletakan dipinggir jalan desa yang sangat lenggang. Hamparan cengkeh itu membuat deretan panjang dari pintu masuk awal desa hingga keujung akhir desa lagi. Diujung mulut desa mobil berhenti sejenak utk sekedar meluruskan kaki dan berfoto, didekat sebuah tugu penuh dengan deretan nama mantan lurah desa ini plus berikut patung kecil seorang Lurah dengan pakaian resmi Depdagri-nya yang putih. Saya tersenyum melihat deretan nama itu, secara spontan keluar celetukan: “Wah sebut saja ini tugu Pak Lurah”.

Bagi saya, waktu terbaik mengunjungi tempat ini adalah sore hari. Arah sinar matahari akan jatuh dari belakang kepala kita dan menyinari hamparan  luas permukaan bumi Sulut yang aakan tampak didepan kepala kita. Dari Lemboken, kita akan bisa melihat 3 landmark terkenal disini, yakni Kota Menado, Kota Bitung (kota kedua terbesar di Sulut), dan Danau Tondano. Sayangnya, urusan akomodasi disini rada susah. Bagi yang ingin menginap tidak tersedia vila-vila yang disewakan. Bahkan untuk makan-minum pun tidak ada warung. Karena itu, saat berangkat dari Menado, jangan lupa masukan air panas dalam termos, dan bawalah gula kopi dan teh serta biskuit ringan.

Puncak Lemboken adalah area terbuka, bukan tertutup pepohonan, karena itu kecepatan angin akan bertiup cukup keras dan membuat suhu tubuh akan cepat turun alias kedinginan. Sore hari jam 4, langit bersih tanpa awan tercatat suhu dikisaran 25-26* C pada thermometer dialat ukur saya.

(Hantulaut)

Tulisan ini disadur atas seijin administrator http://www.navigasi.net

Bagi yang hobby cross country, camping, hiking dan semua yang berbau outdoor adventure, tempat ini merupakan salah satu tempat yang menarik untuk di singgah.
Hutan Taman Eden merupakan hutan tropis yang masih sangat ‘perawan’ dimana masih sangat jarang di kunjungi oleh manusia. Objeck wisata ini kelihatannya masih sangat sedikit di ketahui oleh masyarakat luas. Dari foto-foto yang terpampang di pintu masuk ke hutan, bisa di ambil kesimpulan bahwa yang telah berkunjung kesana hanyalah masyarakat dari kota P.Siantar (kota terdekat dengan kota Prapat) serta masyarakat sekitarnya. Pemandu jalan mengakui pernah beberapa kali membawa turis luar negeri kesana tetapi sangat jarang sekali.

Kami beranggotakan 20 orang melakukan perjalanan dari Kota Medan, singgah di kota P. Siantar untuk makan malam, melalui kota Prapat dan sampai di Taman Eden sekitar jam 1 dini hari. Taman Eden ini terletak 14km dari kota Prapat. Arah ke kota Porsea dan Balige dari kota Prapat.

Setelah menegak secangkir teh manis yang di sungguhkan oleh penjaga hutan yang telah tinggal di sana selama beberapa generasi, kami langsung melakukan perjalanan masuk kedalam hutan dengan penerangan senter. Perjalanan di lakukan dengan santai, melalui jalan setapak yang biasanya di lalui oleh penduduk setempat. Dengan melalui sungai, rintangan pohon tumbang, tanah lembek sampailah kami ke tempat perkemahan. Perjalanan 4,7 km yang kami tempuh 3,5 jam ini mengingatkan saya pada saat ospek kuliahan. Ada olahraga memanjat, jalan jongkok, merayap, meloncat dan lainnya.

Setelah api unggun di hidupkan barulah kami membangun tenda di sekitar api unggun tersebut. Dengan ber-atap langit dan di selimuti oleh sleeping bag kami semua terpulas hingga pagi harinya.

GPS yang saya gunakan adalah CF GPS dengan PocketPC, selama perjalanan saya coba mencari signal tetapi tidak dapat karena terhalang oleh pohon-pohon. Pagi harinya baru dapat 3 satelit karena di daerah camping merupakan tempat khusus yang telah di buka sekitar 50m2. Setelah sarapan popmie perjalanan kami lanjutkan ke tempat tujuan yakni Air Terjun 7 Tingkat. Perjalanan ke sana 2.47km serasa lebih berat dari pada perjalanan pertama yang lebih jauh berhubung medan yang di lalui lebih sulit. Terdapat lembah curam yang harus di lalui. Pada pagi hari baru saya amati ternyata terdapat tanda-tanda pada pohon-pohon sepanjang jalan yang menjadi panduan arah sehingga kita tidak tersesat. Setelah berjalan lebih kurang 4 jam, kami baru sampai ke tempat Air Terjun tersebut. Bila di hitung memang terdapat 7 tingkatan air di tempat tersebut.

Air di sungai hutan tersebut sangat segar dan menjadi sumber air minum bagi kami semua supaya terhindar dari dehidrasi selama perjalanan ini. Karang batu yang kami lalui ketika menuju ke air terjun agak berlumut dan sangat licin. Ini menandakan bahwa tempat tersebut jarang sekali di datangi oleh orang. Kami mandi dan makan di air terjun tersebut sambil mengambil gambar-gambar pemandangan yang indah di tempat itu.

Setelah ber-istirahat 2 jam di tempat tersebut, kami melakukan perjalanan dengan rute yang sama untuk kembali ke civilization. Total perjalanan kembali adalah 7 jam

Salam,

Ramli Lau (ramli@id-pocketpc.com)

Tulisan ini disadur dengan izin administrator situs http://www.navigasi.net

  Mampirlah ke Istana Maimun jika bertandang ke kota Medan. Rasanya perjalanan belum lengkap jika tidak menengok keindahan istana tua peninggalan salah satu warisan budaya Melayu terbaik dijamannya ini. Letaknya dipusat kota (jl. Brig.Katamso) mudah dicapai dengan kendaraan apa saja, mobil, atau kereta motor (semacam becak yang ditarik dengan motor disampingnya). Istana Maimun sendiri menjadi landmark kota Medan yang sangat terkenal, hampir mirip Jakarta dengan Monas-nya, atau kota Padang dengan jam Gadang-nya.

Istana Maimun ini didirikan atas perintah Sultan Kerajaan Deli, Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah. Desain rancang bangun dikerjakan adalah seorang arkitek Italia, dan rampung pada tahun 1888. Bangunan ini menghadap kearah Timur dan berdiri kokoh diatas tanah seluas 2.772 m2, dan menjadi pusat kerajaan Deli. Istana ini terdiri dari dua lantai terbagi dalam tiga bagian, yakni bangunan induk, sayap kiri, dan sayap kanan. Bersebelahan tak jauh darinya,  berdiri Masjid Al-Maksum yang lebih dikenal dengan nama Masjid Raya Medan sekitar 150m jauhnya.

Dengan luas bangunan dan area halamannya yang lebar, sosoknya tampak sangat mencolok ditengah hiruk pikuk kota Medan yang sekitarnya ditumbuhi bangunan pertokoan modern. Pertamakali memasuki halaman depannya, suasana “tenang” langsung menyergap kepala. Angin sepoi sepoi bertiup sejuk dihalaman teras depan istana megah ini. Atapnya yang menjulang setinggi 5 -8 meter membuat suhu ruangan didalamnya terasa sangat nyaman, serasa udara pengap kota Medan tidak terasa disini lagi.

Desain interior istana ini merupakan salah satu daya tarik utama. Perpaduan antara tradisi Islam dan kebudayaan Eropa tampak mendominasi. Selain yang terlihat di balairung, lantai dasar bangunan juga menunjukkan pengaruh Eropa. Menurut cerita, pada awal pembangunannya seluruh material pokok bangunan istana memang didatangkan dari Eropa, seperti ubin, marmer, dan teraso.  Pengaruh arsitektur Belanda terlihat dipintu serta jendela yang lebar dan tinggi, serta selasar atau koridor utama yang  bergaya Spanyol menjadi bagian dari Istana Maimun. Pengaruh Belanda juga terlihat pada prasasti marmer di depan tangga pualam yang ditulis dengan huruf Latin berbahasa Belanda.

Pengaruh kebudayaan Islam terlihat pada bentuk lengkungan atau arcade pada sejumlah bagian atap istana. Lengkungan yang berbentuk perahu terbalik itu dikenal dengan pilar lengkungan Persia, banyak dijumpai pada bangunan di kawasan Timur Tengah, Turki, dan India. Ornamen yang menghiasi istana juga nampak dipengaruhi oleh pola tanaman yang banyak dijumpai dalam khasanah seni budaya Islam.

Bagian lain yang menarik dari ruang utama adalah tersedianya 20 kamar tidur dan 4 kamar mandi, gudang, dapur, dan penjara kecil, satu jumlah kamar yang luar biasa mewah dijaman dahulu!  Membandingkan fungsi kamar dirumah modern jaman sekarang, Istana Maimun sudah menjalankan konsep fungsi ruang yang efisien pada sebuah rumah diera 1800 an. Kamar secara keseluruhan tersebar disayap samping kiri dan kanan serta ruas belakang istana. Keberadaan kamar tersebut masih ada hingga kini, dan masih dapat dilihat dari luar halaman.

Memasuki ruangan tamu (balairung) akan terlihati singgasana yang didominasi warna kuning, satu warna kebesaran dalam adat budaya Melayu. Lampu-lampu kristal raksasa tergantung ditengah ruangan, menerangi singgasana, sebuah bentuk adanya pengaruh kebudayaan Eropa. Pengaruh itu juga tampak pada perabotan istana seperti kursi, meja toilet dan lemari hingga pintu dorong menuju balairung. Ruangan seluas 412 m2 ini digunakan untuk acara penobatan Sultan Deli atau acara adat lainnya. Balairung juga dipakai sebagai tempat sultan menerima sembah sujud dari sanak familinya pada hari-hari besar Islam.

Kemewahan interior dan bangunan fisik istana ini dimungkinkan karena sejak 2 abad silam wilayah Deli dibawah Kesultanan Deli menghasilkan hasil perkebunan, minyak dan rempah yang melimpah ruah. Hasil bumi yang luar biasa ini memberikan penghasilan yang sungguh luarbiasa kepada Raja Deli dan keluarganya dimasa silam. Kekayaan Sultan Deli tampak al dengan kehadiran istana ini, atau dia sudah menunggang sepeda motor dijaman dahulu dan mempunyai beberapa mobil pilihan yang kerap dipakai berkeliling kota.

Satu hal yang menjadi catatan keprihatinan, adalah soal kerapihan dan perawatan istana elok ini. Gedung ini bukanlah gedung kosong. Kamar kamarnya ditempati oleh sanak kerabat keluarga raja Deli. Karena itu, jika menengok kesayap samping dan belakang tampaklah kondisi agak kumuh dan tak tarawat. Tembok yang hitam dan rusak, rumput belukar yang meninggi karena kurang terawat dengan baik. Bahkan diruang tengah (balairung) yang kerap dikunjungi turis, atapnya beberapa juga mengelupas. Sopir mobil kami sempat mengatakan, bahwa Istana ini sempat beberapa kali diberitakan menerima sumbangan uang bagi pemeliharaan dan restorasi. Jika memang betul, dan menengok kondisi istana yang seperti ini, tampaknya uang itu tidak sepenuhnya dipakai untuk restorasi dan perawatan gedung. Sungguh sayang

(Tulisan ini disadur dengan seizin admin http://www.navigasi.net)

http://www.navigasi.net/goart.php?a=bumaimun

Pulau Umang Resort & Spa terletak 183 km dari Jakarta dan ditempuh selama 4 jam dengan kendaraan mobil, dilanjutkan menyeberang dengan kapal hanya 5 menit, menghadirkan suasana panorama alam yang asri nan mempesona dengan pemandangan Anak Gunung Krakatau dan perbukitan di Pulau Jawa.

Pulau Umang Resort & Spa saat ini memiliki 60 kamar bernuansa natural yang semuanya terletak di tepi pantai dengan fasilitas seperti leisure SPA, swimming pool, kids pool, jacuzzy, “Sunrise Cafe” yang menyuguhkan makanan lokal maupun internasional, function hall, meeting room, karaoke room, games room, billiard, tenis meja dan aktivitas olah raga air.

Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran luas 100km x 30km di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.

Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2800km3, dengan 800km3 batuan ignimbrit dan 2000km3 abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu. Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari cina sampai ke afrika selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 KM diatas permukaan laut.

Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkan soal itu.

Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.

Pantai Senggigi adalah tempat pariwisata yang terkenal di Lombok. Letaknya di sebelah barat pesisir Pulau Lombok. Pantai Senggigi memang tidak sebesar Pantai Kuta di Bali, tetapi seketika kita berada di sini akan merasa seperti berada di Pantai Kuta, Bali. Pesisir pantainya masih asri, walaupun masih ada sampah dedaunan yang masih berserakan karena jarang dibersihkan. Pemandangan bawah lautnya sangat indah, dan wisatawan bisa melakukan snorkling sepuasnya karena ombaknya tidak terlalu besar. Terumbu karangnya menjulang ketengah menyebabkan ombak besarnya pecah ditengah. Tersedia juga hotel-hotel dengan harga yang bervariasi, dari yang mahal sampai hotel yang berharga ekonomis.

 

Danau Maninjau adalah sebuah danau di kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Danau ini terletak sekitar 140 kilometer sebelah utara Kota Padang, ibukota Sumatera Barat, 36 kilometer dari Bukittinggi, 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam. Maninjau yang merupakan danau vulkanik ini berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut. Luas Maninjau sekitar 99,5 km² dan memiliki kedalaman maksimum 495 meter. Cekungannya terbentuk karena letusan Gunung yang bernama Sitinjau (menurut legenda setempat), hal ini dapat terlihat dari bentuk bukit sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Menurut legenda di Ranah Minang, keberadaan Danau Maninjau berkaitan erat dengan kisah Bujang Sembilan. Danau Maninjau merupakan sumber air untuk sungai bernama Batang Antokan. Di salah satu bagian danau yang merupakan hulu dari Batang Antokan terdapat PLTA Maninjau. Puncak tertinggi diperbukitan sekitar Danau Maninjau dikenal dengan nama Puncak Lawang. Untuk bisa mencapai Danau Maninjau jika dari arah Bukittinggi maka akan melewati jalan berkelok-kelok yang dikenal dengan Kelok 44 sepanjang kurang lebih 10 KM mulai dari Ambun Pagi sampai ke Maninjau.

Danau ini tercatat sebagai danau terluas kesebelas di Indonesia. Sedangkan di Sumatera Barat, Maninjau merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak yang memiliki luas 129,69 km² yang berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Solok. Di sekitar Danau Maninjau terdapat fasilitas wisata, seperti Hotel(Maninjau Indah Hotel, Pasir Panjang Permai)